Hakikat Ilmu Perspektif Al Ghazali | Isbroad - Memberi Wawasan Memajukan Peradaban

Hakikat Ilmu Perspektif Al Ghazali



Bandung, Isbroad.com
Menurut Al-Ghazali, ilmu merupakan jalan untuk mencapai hakikat yang sebenarnya. Dengan kata lain, seseorang harus memiliki pengetahuan atau ilmu tentang hakikat tersebut agar dapat mencapainya. Dalam bahasa Arab, kata "ilmu" berasal dari kata kerja "alima" yang berarti mengetahui. Oleh karena itu, ilmu merupakan kata benda abstrak yang berarti pengetahuan, sedangkan orang atau objek yang menjadi pengetahuan tersebut disebut sebagai "ma'kum". 

Al-Ghazali berpendapat bahwa ilmu adalah pengetahuan tentang suatu hal sesuai dengan apa adanya, dan ilmu itu merupakan bagian dari sifat-sifat Allah. Dalam Al-Risalah Al-Ladunniyah, Al-Ghazali menjelaskan bahwa ilmu adalah representasi dari jiwa yang berbicara dan jiwa yang tenang dalam menghadapi hakikat segala hal.

Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, dilahirkan pada tahun 1059 di Ghazaleh, sebuah kota kecil di dekat arus khurasan. Pada masa muda, ia mengenyam pendidikan di Nisyapur dan kemudian pindah ke khurasan yang pada saat itu merupakan salah satu pusat penting ilmu pengetahuan dalam dunia Islam.

Al-Ghazali berasal dari keluarga pemintal benang Wol (Ghazali Shuf). Saat masih kecil, ia belajar fiqh dari Imam Al-Razkani di Tus, lalu belajar teologi, logika, dan filsafat di Naisabur. Selanjutnya, ia memperdalam ilmunya di Madrasah Nizamiyyat di Bagdad dengan bimbingan Imam Haramain.

Al Ghazali berpendapat bahwa hakikat ilmu bergantung pada kebenaran mutlak agama Islam. Menurutnya, kebenaran duniawi hanya merupakan kebenaran awal yang dimiliki manusia, sedangkan kebenaran sejati terletak pada Allah Subhanahu Wata'ala sebagai sumber kebenaran mutlak. Kebenaran manusia bersifat relatif, sementara kebenaran Allah pasti dan tak dapat diragukan. Bagi Al Ghazali, mencapai kebenaran mutlak hanya dapat dilakukan dengan bantuan Allah melalui petunjuk-Nya.

Menurut Al Ghazali, sumber dari hakikat ilmu adalah Allah, baik melalui tulisan (kitab suci) maupun tidak tertulis (alam sekitar). Ini adalah pemahaman monokotomik Al Ghazali yang didapat dari keyakinan bahwa Allah adalah sumber ilmu. Pemahaman ini menyiratkan bahwa ilmu itu hanya satu, yaitu ilmu Allah, sedangkan ilmu yang dimiliki manusia hanyalah jalan untuk mengenal Allah. Oleh karena itu, tidak ada dualisme substansial dalam diri manusia. Meskipun manusia memiliki beragam kemampuan, pada dasarnya manusia memiliki keterbatasan. Manusia hanya mampu memahami realitas kehidupan dengan kehendak Allah.

Lebih dari 300 karya Al-Ghazali yang meliputi berbagai ilmu pengetahuan, seperti ayyuhal walad dan ihya ulumuddin, diperoleh dari pengalaman hidupnya. Al-Ghazali, seorang pemikir Islam yang sangat produktif, menggunakan sekitar 55 tahun untuk menghasilkan berbagai karya ilmiah yang terkenal di seluruh dunia (barat dan timur). Pemikiran-pemikirannya bahkan diadopsi oleh para orientalis barat. Al-Ghazali menulis puluhan karya ilmiah yang mencakup berbagai disiplin keilmuan, termasuk filsafat, politik, kalam, fiqih, ushul fiqh, tafsir, tasawuf, pendidikan, dan lainnya


Aqil Supriyanto

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© all rights reserved
made with by templateszoo