Nongkrong di kafe atau restoran siap saji usai bubaran sekolah, belakangan ini merupakan tren gaya hidup remaja. Anak muda dan nongkrong adalah dua hal yang sudah melekat. Di sekolah-sekolah usai jam pelajaran, akan mudah dijumpai kelompok-kelompok remaja dan orang muda duduk-duduk di kafe atau resto.
Hobi anak-anak muda di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogjakarta, Surabaya, Makassar dan kota-kota besar lain di Indonesia agaknya hampir sama, suka ngobrol, nongkrong sambil makan bersama rekan-rekan mereka. Apalagi kalau harga makanan murah dan enak.
Di Bandung, tak hanya pada akhir pekan s
aja para remaja memadati resto dan cafe, namun sepulang sekolah pun, sebagian dari mereka suka nongkrong. Baju seragam sekolah mereka lapis dengan jaket atau sweater.
Topik obrolan mereka bisa "ngalor-ngidul" mulai dari rapat membicarakan kegiatan atau kepanitiaan, mendiskusikan topik-topik yang dianggap serius, "ngerumpi" tentang "cewek atau cowok" sampai bertukar cerita-cerita lucu yang mengundang tawa.
Dengan semakin tingginya daya beli masyarakat segmen ini, cafe dan restoran cepat saji makin kebanjiran pembeli. Juga diuntungkan lagi dengan kemacetan di kota-kota besar yang semakin parah yang membuat anak-anak muda malas untuk pergi ke lokasi-lokasi yang rawan macet di pusat kota.
Lokasi yang strategis, harga murah, tempat yang nyaman, menu minuman dan makanan yang variatif, serta cara penyajian yang berbeda dari restoran cepat saji biasa membuat resto tertentu seperti 7-Eleven menjadi salah satu tempat nongkrong favorit anak muda di Bandung.
Kisaran harga makanan/minuman yang tidak terlalu mahal dan tempat yang nyaman menjadi alasan utama masyarakat memilih untuk nongkrong di sana ketimbang di mal-mal. Suasana santai pun menjadi daya tarik tersendiri. Para pelanggan misalnya dapat datang dengan sendal jepit dan celana pendek.
Juga akses wi-fi yang cepat semakin menambah kenyamanan pengunjung yang kebanyakan ABG (anak SMA-kuliahan). Tetapi memilih makan di restoran cepat saji dan dilanjutkan dengan ngopi di kafe mendorong orang menjadi konsumtif. Harga kopi saja berkisar Rp18.000 hingga Rp30.000 per gelas.
"Sesekali sih boleh saja," kata psikolog Ieda Purnomo Sigit Sidi, "tetapi bila kegiatan itu menjadi kebiasaan, wah kantong bisa jebol. Uang saku pelajar kan terbatas dan masih berasal dari orangtua."
Reporter : Esha Ramadansyah
Tidak ada komentar
Posting Komentar